Selasa, 29 Juni 2010

Indonesia-Malaysia Bahas Upah Minimum TKI

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Malaysia masih membahas upah minimum bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negeri jiran itu yang merupakan bagian dari butir nota kesepahaman kedua negara.  "Soal TKI dibahas mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan nota kesepahaman (MoU) itu tinggal satu butir yakni struktur biaya atau upah minimum. Sedang dinegosiasikan itu," kata Juru Bicara Wakil Presiden Boediono, Yopie Hidayat, di Jakarta Senin.

Remitansi TKI Lebih Rendah dari Vietnam

Liputan6.com, Balikpapan: Meski Indonesia dari segi jumlah menjadi salah satu negara pengirim tenaga kerja migran terbesar di dunia, namun dari sisi devisa yang dihasilkan dari remitansi atau pengembalian uang yang dikirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih kalah jauh dengan negara-negara yang mengirimkan TKI skill dan terampil seperti Filipina, Vietnam maupun India.

Menurut Kepala Badan penempatan dan perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, rendahnya posisi Indonesia dalam penerimaan remitansi tenaga migran tersebut terkait dengan rendahnya posisi TKI dalam pasar kerja di negara asing yang sebagian besar masih menjadi Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Menurut Jumhur, dari sisi jabatan sebenarnya ada 250 jabatan pekerjaan yang diisi TKI. Namun yang terbanyak tetap menjadi TKI PLRT, sehingga pendapatan yang bisa diraih TKI juga lebih rendah.

"Vietnam memang tidak mengirim tenaga kerja migram lebih besar dari kita, tapi mereka fokus mengisi posisi di sektor konstruksi dan otomotif," Katanya kepada wartawan di Balikpapan, Selasa (29/6). Sementara India yang menempati posisi pertama dalam masalah remitansi, pemerintahnya menempatan urusan tenaga migran sebagai masalah urgen dengan membentuk kementerian sendiri untuk menanganinya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi pada 2015, tenaga-tenaga kerja migran akan memberikan remitansi 500 miliar dolar AS.

Jumhur juga mengatakan, hampir 100 persen permasalahan tenaga kerja Indonesia di luar negeri bersumber dari pengiriman TKI sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Selain devisa yang kecil dari TKI PLRT, masalah yang ditimbulkannya juga beragam mulai dari gaji tidak dibayar, pelecehan seksual hingga kekerasan fisik.

Data BNP2TKI mencatat penempatan TKI; 2006, 680.000 orang, 2007, 686.748 orang, 2008, 748.825 orang, dan 2009, 662.172 orang. Dilihat dari komposisinya, jumlah TKI Formal 36%, Informal 64 % (tahun 2008 ), 16% formal dan 84 % informal Informal (2009).

Dari data kepulangan TKI di Selapajang, katanya, tiap tahun ada sekitar 160 ribu dengan pendidikan minimal SD dan bekerja sebagai PLRT. Dari jumlah itu, 17 persen tidak tamat SD, 57 tamat SD, atau 85 persen pendidikan SD. (BNP2TKI/ARI)

TKI Dianiaya Majikan Hingga Lumpuh

Liputan6.com, Pati: Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditepis. Seperti itulah nasib Dwi Indah Wahyuningrum, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Pati, yang kini tergolek di Rumah Sakit Suwondo, Pati, Jawa Tengah. Selain lumpuh, ia juga depresi.

Dwi berangkat ke Arab Saudi dengan kondisi sehat bugar. Namun ketika diantar pulang, kondisi tubuhnya sangat memprihatinkan, kurus dan lumpuh. Sekujur tubuhnya pun dipenuhi luka.

Walhasil, itulah buah yang harus dipetik Dwi selama empat bulan bekerja di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Diduga, wanita berusia 19 tahun itu dianiaya majikannya.

Melalui SCTV, Rabu (10/2), keluarga berharap pemerintah memberikan perhatian atas nasib Dwi Indah. Selama hampir 20 hari dirawat di rumah sakit, kata mereka, belum ada satu pihak pun yang membantu Dwi.

"Padahal, TKW seperti Dwi Indah merupakan pahlawan devisa," kata mereka.(YNI/SHA)