Lagi, pilu melanda Indonesia. Meninggalnya Buruh Migran Indonesia di Arab Saudi, Ruyati(54) asal Sukatani, Bekasi yang dihukum pancung karena mengakui telah membunuh majikannya yang kerap melakukan kekerasan terhadap Ruyati.
Lebih menyakitkan lagi, membaca pernyataan sikap dari Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi eksekusi pancung terhadap Ruyati dengan ringan, seolah-olah menyerahkan nasib buruh migran ketangan Pemerintahan Arab Saudi yang memberlakukan “hukum rimba” bagi buruh migran Indonesia.
Seharusnya Pemerintah Indonesia segera sadar, bahwa hukum pancung yang diterima oleh Ruyati adalah hasil dari kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia sendiri.
Jelas, terlampir didalam undang-undang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri No.39 tahun 2004. bahwa wajib hukumnya sebelum melakukan penempatan ke Luar Negeri, Indonesia harus melakukan perjanjian secara tertulis dengan negara penempatan. Seperti di Arab Saudi, meskipun pengiriman telah dilakuakan puluhan tahun lamanya, tetapi tidak ada perjanjian secara tertulis antara Indonesia-Arab Saudi untuk perlindungan Buruh Migran Indonesia. Artinya, pengiriman Tenaga Kerja Indonesia yang dilakukan Pemerintah Indonesia selama ini adalah pengiriman Ilegal.
Sangat memalukan sekali pernyataan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Mohamad Jumhur Hidayat, bahwa Ruyati harus menanggung dan menerima resiko hukum perburuhan di Arab Saudi karena telah melakukan tindakan pidana.
Padahal jelas, selama ini pemerintah Arab Saudi tidak pernah mengakui hak-hak buruh migran Indonesia melalui hukum perburuhan yag berada di Arab Saudi. Kondisi ini semakin menjelaskan watak Pemerintahan Indonesia dan Arab Saudi yang menganggap buruh migran Indonesia adalah “budak dan barang dagangan”.
Dengan ini kami dari Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Indonesia, Hongkong, Taiwan dan Macau menyatakan berbelasungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya Saudari Ruyati yang menjadi korban kebijakan ekspor tenaga kerja Pemerintahan SBY-Boediono.
Kami menuntut agar Pemerintahan SBY-Boediono segera minta maaf kepada keluarga besar Ruyati dan kepada seluruh Buruh Migran Indonesia yang sudah dilakukan sebagai barang dagangan!
Kami menuntut agar Pemerintahan SBY-Boediono segera menggantikan undang-undang ekspor buruh migran(UUPPTKILN No.39/2004) dengan undang-undang yang pro terhadap perlindungan buruh migran dan melibatkan buruh migran didalam setiap pembuatan kebijakan yang terkait dengan buruh migran Indonesia
Jakarta, 19 Juni 2011,
Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI)
Ini pemerintahan kok loyo aja !! sementara rakyatnya butuh ketegasan dan kepastian dari seorang pemimpin
BalasHapusbetul Mba, rakyat di Luar Negeri yang menjadi buruh migran berupaya mencari perlindungan sendiri, bahkan harus dengan membunuh, meski membunuh tidak dibenarkan. ini dampak dari lemahnya UU yang melindungi BMI dan minimnya itikad baik Pemerintah RI dalam melindungi. Pemerintah RI hanya mengutamakan peningkatan Ekspor Manusia untuk profit.
BalasHapusSalam Kenal