Kamis, 08 Januari 2009

BNP2TKI dan Depnaker Memanas Lagi: Berebut Penanganan TKI

Kamis, 08 Januari 2009

JAKARTA - Setelah sempat mereda, ketegangan antara Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Depnakertrans meruncing lagi. Kali ini, pemicunya adalah langkah Depnakertrans yang tiba-tiba merevisi Permenakertrans No 18/2007 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Permenakertrans No 20/2007 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia.

Dalam revisi peraturan Menakertrans No 18/2007 disebutkan kewenangan penempatan dan perlindungan TKI akan dikembalikan ke Depnakertrans dan pemprov serta pemkab/pemkot. Sedangkan revisi Permenakertrans No 20/2007 antara lain menyebutkan pelaksanaan program asuransi TKI dapat menggunakan jasa pialang.

Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Depnakertrans I Gusti Made Arke menyatakan, kewenangan penempatan dan perlindungan TKI yang selama ini ada pada BNP2TKI akan dikembalikan ke Depnakertrans. Sedangkan penempatan TKI ke negara-negara selain Jepang, menjadi tanggung jawab Depnakertrans dan Disnaker Pemprov dan pemkab/pemkot. ''BNP2TKI hanya akan menangani penempatan dan perlindungan TKI untuk program government to government (G to G, Red) dan penempatan TKI ke Jepang, khusus perawat,'' ujar Made saat paparan tentang revisi kedua permen itu di kantornya kemarin (7/1).

Menurut Made, revisi kedua permen itu berdasarkan mandat dan kaidah dalam UU No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Selain itu, perubahan permen sesuai PP No 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, antara Pemerintah, Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota. ''Jadi, penempatan dan perlindungan TKI akan menjadi urusan Depnakertrans di dinas-dinas daerah dan menjadi kewajiban PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta, Red)," katanya.

Menanggapi pemangkasan kewenangan dan otoritas tersebut, BNP2TKI tampak kebakaran jenggot. Kabag Humas Rosyandi Moenzier menegaskan bahwa pihaknya akan tetap menjalankan tugas dan fungsi sesuai UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Selain itu, dasar penolakan BNP2TKI terhadap keputusan Depnakertrans adalah Peraturan Presiden No 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, dan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.

Rosyandi mengingatkan, sesuai dua dasar hukum tersebut, selain bertugas melaksanakan program pelayanan penempatan dan perlindungan TKI, BNP2TKI berhak memberikan pelayanan, mengoordinasikan dan melakukan pengawasan. Hal tersebut antara lain, tanggungjawab mengenai dokumen TKI, pembekalan dan pemberangkatan akhir, penyelesaian masalah, sumber-sumber pembiayaan, pemberangkatan sampai pemulangan, meningkatkan kualitas CTKI, informasi, kualitas pelaksana penempatan TKI, dan peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

''Dalam Inpres No 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI bahkan lebih jelas rincian tugas BNP2TKI, Depnakertrans, dan instansi-instansi lain. Jadi, kami hanya menjalankan ketentuan yang sudah ada dan lebih tinggi dari Permenakertrans," pria yang akrab disapa Robi tersebut dengan nada tinggi.

Dia lantas mengingatkan, sesuai amanat pasal 94 UU No 39 Tahun 2004, keberadaan BNP2TKI dimaksudkan untuk menjamin dan mempercepat terwujudnya tujuan penempatan dan perlindungan TKI melalui pelayanan dan tanggung jawab terpadu. ''Itu bunyi undang-undangnya. Jadi, kalau ada pelayanan penempatan dan perlindungan TKI yang tidak sesuai UU No 39 Tahun 2004 berarti ilegal, dan ada konsekuensi hukumnya," kata Rosyandi.

Menurut Rosyandi, pihaknya berharap seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah, lembaga-lembaga pelaksana, dan pendukung terkait tetap melaksanakan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI sesuai ketentuan undang-undang. (zul/agm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar